Pengembangan Dakwah Syeikh Abdul Kahfi di Kebumen (1)

0
346

KH Afifuddin Chanif Al-Hasani
KH Afifuddin Chanif Al-Hasani

*********

BELUM banyak daerah yang dapat mengungkapkan kondisi riil wilayahnya di era tahun 1448 M. Akan tetapi Kebumen punya catatan historis penting tentang kondisi wilayahnya pada era tersebut. Catatan ini berasal dari kedatangan ulama Yaman ke daerah ini yang bernama Syeikh As-Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani.

Ulama yang lahir di Distrik Kota Syihr, Provinsi Hadhramaut, Yaman itu pertama kalinya mendarat di Pantai Karangbolong, Kecamatan Buayan pada tahun 1448, ketika Majapahit masih diperintah oleh Prabu Kertawijaya (Prabu Brawijaya I).

Kedatangan Syeikh Abdul Kahfi ke Pulau Jawa, yang memilih Kebumen sebagai tempat pendaratannya itu, tentu bukan faktor kebetulan saja. Akan tetapi ada sisi pandang syar’iyyah dan ilmiah. Karena, basik Syeikh Abdul Kahfi yakni seorang ulama sekaligus ilmuwan yang ahli di bidang astronomi serta pelayaran. Syeikh Abdul Kahfi juga kolumnis produktif. Tidak kurang dari 25 karya tulis yang pernah dituangkan melalui penanya, telah menjadi sebuah kitab (buku dalam bahasa Arab).

Catatan Syekh Abdul Kahfi saat pertama kalinya datang di Kebumen, menyebutkan kondisi daerah ini secara geografis sebagian besar masih berupa rawa-rawa. Penduduk aslinya masih primitif, nomaden, belum beragama, serta sebagaian menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Mereka juga belum mengenal struktur tata pemerintahan, walaupun wilayah ini masuk dalam teroterial kerajaan Majapahit.

Saat itu hanya ada tiga titik daerah keramaian yang mendekati bentuk desa, namun belum ada namanya. Daerah itu juga telah didatangi tiga tokoh misionaris Hindu yang menarik perhatian penduduk asli Kebumen dengan membantu pengobatan bagi yang memerlukannya. Ketiga missionaries Hindu itu ialah Resi Dara Pundi (Desa Candi, Karanganyar), Resi Condro Tirto (Desa Candiwulan, Kebumen) dan Resi Dhanu Tirto (Desa Candi Mulyo, Kebumen). Dari ketiganya, Resi Dara Pundi pertama masuk Islam di tangan Syeikh Abdul Kahfi ketika baru menginjakkan kaki di Kebumen.

Syeikh Abdul Kahfi kemudian memilih Somalangu menjadi home base dakwah Islamiyahnya. Tempat tersebut dianggap cocok serta sesuai dengan ciri-ciri hasil istikharahnya. Ketika itu Somalangu masih hutan belantara. Dalam berdakwah, dasar-dasar penghayatan Islam yang ditanamkan kepada masyarakat yakni toleran, moderat, dan akomodatif. Pengembangan dakwahnya pun menghargai nilai-nilai luhur budaya lokal dan tidak memaksakan budaya Timur Tengah untuk diterapkan di Kebumen. Dalam menghargai kearifan lokal itu juga dijalankan oleh ulama penerus Syeikh Abdul Kahfi hingga sekarang.

Ini yang disebut oleh Presiden RI Ke-4 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai “Pribumisasi Islam”, yang merupakan sebuah terobosan pemikiran dalam memberikan solusi menghadapi problematika sosial masyarakat Indonesia dengan membumikan ajaran-ajaran agama Islam sesuai konteks masyarakatnya. Karena, pandangan hidup Islam menurut Gus Dur adalah mengakomodasikan kenyataan-kenyataan yang ada, sepanjang membantu atau mendukung kemaslahatan rakyat, tanpa memandang beragama Islam atau nonmuslim.

Kearifan Lokal

Pribumisasi Islam diartikan sebagai upaya melakukan “rekonsiliasi” Islam dengan kekuatan-kekuatan budaya setempat agar budaya lokal itu tidak hilang. Di sini pribumisasi dilihat sebagai kebutuhan, bukannya sebagai upaya menghindari polarisasi antara agama dengan budaya setempat. Proses pribumisasi (nativisasi) berlangsung dalam bentuk bermacam-macam pada saat tingkat penalaran dalam keterampilan berjalan, melalui berbagai sitem pendidikan.

Kearifan lokal juga kerap diartikan sebagai kebijakan lokal (local wisdom) yang dimiliki, dihormati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, serta menjadi landasan moril perilaku masyarakat untuk merespons permasalahan sosial. Cakupannya meliputi sikap, pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya yang memberikan daya tahan serta daya tumbuh kepada komunitas tersebut. Sistem ini dijalankan pula oleh para penerusnya, baik dari jalur keturunan atau para mudir dan murid Syeikh Abdul Kahfi yang tersebar di berbagai tempat. Karenanya, tata nilai penghayatan ajaran Islam di Kebumen sering terlihat menjadi bagian dari kekayaan budaya lokal setempat, sebagaimana dicontohkan Syeikh Abdul Kahfi dan ulama penerusnya.

Pertama, para pendakwah Islam di daerah home base dakwahnya, biasanya akan membangun masjid sebagai pusat aktifitas sosial kemasyarakatan serta keagamaan. Pada umumnya, bangunan masjid akan mengadopsi arsitektural Timur Tengah. Akan tetapi yang diterapkan oleh ulama Somalangu, dalam membangun masjid tidak harus mengadopsi arsitektural Timur Tengan seluruhnya. Malah pembangunan masjid yang dilakukan oleh Syeikh Abdul Kahfi banyak mengadopsi corak arsitektural Jawa.

Kedua, pada era sebelum kemerdekaan, Kebumen masuk dalam wilayah Kerajaan Ngayogyakarto Hadiningrat. Saat itu, tembang Jawa Macapat merupakan kesenian yang amat disukai oleh masyarakat Kebumen. Dan ulama penerus Syeikh Abdul Kahfi membuat kubahan kidung yang diberi nama “shalawat Jawa” (berisikan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW yang dilagukan dengan Asmaradana dan Dandanggula). Kidung-kidung ini sekarang hampir punah dan hanya ada di beberapa desa saja yang masih dikumandangkan, terutama pada saat datang bulan Maulud.

Ketiga, konsep wisata Pantai Petanahan yang dikembangkan oleh salah satu ulama Somalangu penerus Syeikh Abdul Kahfi. Di mana setelah hari raya Idul Fitri, masyarakat berwisata ke Pantai Petanahan dengan berjalan kaki atau naik gerobak sambil menabuh rebana dan membaca shalawat. Ini sebagai wujud kegembiraan usai menjalani kewajiban Puasa sebulan penuh dan telah mencapai kemenangan. Namun tradisi tersebut kini telah hilang dan menjadi wisata bebas.

Dari catatan histori tersebut, maka nilai-nilai dakwah yang dikembangkan oleh Syeikh Abdul Kahfi diterima serta diterapkan dalam kehidupan sosial masyarakat Kebumen. Karena, apabila kita melihat realita masyarakat Kebumen yang mayoritas beragama Islam, sedangkan Syeikh Abdul Kahfi merupakan pembawa Islam pertama di daerah ini, maka seiring dengan berjalannya waktu, ternyata mayoritas penduduk Kebumen tetap beragama.

Hal tersebut menunjukkan adanya korelasi dakwah Islam serta budaya yang terintegrasi dan menjadi ciri khas Kebumen. Jadi, Islam sebagai agama mayoritas penduduk Kebumen punya andil besar dalam mewarnai pembangunan, yang tentunya berjalan dalam frame dinamika sosial serta tingkat implementasi pemahaman para penganutnya.

*********
(Artikel ini disarikan dari makalah yang disampaikan dalam seminar “Menggali Nilai-nilai Kebumen Beriman” di Gedung Setda Pemkab Kebumen pada 20 Desember 2014 / bersambung).

KH Afifuddin Chanif Al Khasani, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu, Rois Syuriyah PCNU Kebumen.

Editor : Arif Widodo

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here